Senin, 14 April 2008

edisi 26

Jahitan Zikir

Rumah kecil dan sederhana ini membuat aku
sering datang ke mari
Ia bertutur :
Kujahit gorden jendela dengan zikir
Kujahit kelambu dengan zikir
Kujahit bantal guling dengan zikir
Kujahit seprai dengan zikir
Kujahit baju dengan zikir
Kujahit taplak dengan zikir
Tidakkah jarum dan benang itu jasmani dan rohani ?
Suatu hari aku kembali bertamu
Di dalam cahaya lampu sempor
Perempuan itu menjahit kain kafan
Aku bertanya, ia menjawab dengan fasih :
Kusiapkan sebelum ajalku tiba

Banjarbaru, 2006


Narasi Musafir Gila

Mendadak cahaya itu terjebak dalam belitan kabut
Porakporandalah cakrawala dan aku kembali harus
bergumul dengan persimpangan jalan
Tapi aku tak sudi mengatakan : Ajalkan aku di sini

Kudakudaalas berloncatan pada goncangan bumi
Pada angin yang menepuk dada
Kugilakan musafirku ke padang luas
Padang abadabad persembunyianmu

Sebab aku telah mengatakan :
Kuabukan s’luruh mimpimimpi purbaku
Dan kutapakan dalam tubuhtembokmu
Agar tak kan kau usik lagi s’luruh jejakmu

Bandung, 2006


Tak Habis Kusebut NamaMu

Ketika beduk pertama dinihari
Perempuan itu bangun dari tidurnya
Tangan kanannya meraba suaminya
“ Masih mengalun nafasnya ” : Alhamdulillah
Tangan kirinya meraba anaknya
“ Masih berdenyut nadinya “ : Alhamdulillah
Ketika membuka gorden jendela
Nun di timur sang surya juga bangun dari tidurnya :
Subhanallah
Ya Rabbi pintaku jangan kau alpakan aku menyebut namaMu

Banjarbaru, 2006


Pada Suatu Halte

Aku menyusuri jalan raya gandul
Entah apa siang itu Cinere menyeret kakiku ke Depok
sepanjang jalan bau keringat angkot.
Matahari berlumuran debu di panas menggantang
Ketika aku lengket di sebuah halte
Tibatiba aku merasa berdua
Jangan ada yang kelupaan keperluan bersalinku ya Kang,
sapanya fasih padaku
Entah apa aku mengiyakan
Tanganku terus digandeng, aku berupaya agar ada
keseimbangan mengikutinya
Hamilnya begitu ranum
Dan menyapaku lagi : Terserah ya Kang apa lakilaki atau
perempuan bila lahir nanti, tak ada kata lain selain syukur
Dan entah apa ini kuiyakan sungguhsungguh
Tibatiba Depok berubah menjadi rumah bersalin
Dan aku begitu mencemaskan diriku ketika dia dibawa
masuk ke sebuah kamar bertiraiputih :
Tunggu saja di sini sampai ada tangisan kecil
Tapi sampai matahari tak ada lagi di Serengseng
Cuma terdengar gumam Ciliwung memapah senja

Depok, 2006

* menggantang : terik/menyengat


Jakarta, kucemasi diriku

Jakarta, setiap datang ke sini
Kucemasi diriku bila ada niat menetap
Bagaimana tidak
Jakarta, menjadikan seorang beringas
Mautakmau harus jadi serigala atau melata sebangsa ular

Jakarta, sebuah gelanggang pertarungan hidup dan kehidupan
Tak ada mengenal kata menang melainkan bertahan,
selebihnya kalah : jadi sampah
Jakarta, sebuah kota surganeraka dunia
Aku mencemasi diriku terperangkap ke dalamnya
Jakarta, hanya ada satu hari kata sanaksaudara
selebihnya tidak

Aku mencemasi Indonesiaku
Sebab tak ada lagi darahairmatakeringat
seperti apa yang dititipkan oleh nenekmoyangku
Di kota ini

Jkt, 2006

Tidak ada komentar: