Senin, 14 April 2008

edisi 23

Dundang Duka Seribu Burung

Yulan ya lalalin
Dahan mana aku berhinggap
Awan mana aku bersayap
Matahari mana aku berterang
Sawang jadi bayangbayang

Hutan kehilangan pohon
Pohon kehilangan daun
Duka langit luka menganga
Dayak yang nestapa

Pegunungan meratus hancur
Cerobong asap mesin pembabat amuk
Rampok yang mabuk

Damaklah mataangin
Sebab guntung tanpa puaka
Sungai tanpa muara
Kembang ilalang terbang
Kepak sayap yang lengang

Yulan ya lalalin
Kemana senyap kemana ratap
Kemana kepak kemana retak
Dalam sembilu mesin gergaji

Menyarulah sekuat batubatu yang remuk
Pepohonan yang tumbang
Rumah adat yang terbelah
Dalam perangkap eksploitasi
Dan penambang liar membabi

Terbanglah burung seribu burung
Membusur bianglala
Ruh nenek moyang menyumpah
Kalimantanku punah

Dundang duka seribu burung
Adalah duka dayak terusir
Dari tanah pusaka
Darah getah kayu talikan adalah
Darah dayak tumpah dari balainya

Yulan ya lalalin
Hutan beratus tahun
Dibabat habis
Batubara dikikis
Untuk kekayaan tuantuan
Kami tercampak
Ke lembahlembah pengasingan
Terusir ke padangpadang perburuan

Kabibitak
Anak sima
Halimatak

Bumburaya
O apa bedanya dengan tuantuan

Ladang kehidupan
Kubur kehidupan
Ruh nenek moyang menyumpah
Kalimantanku punah

Nyalakan damar di uluulu
Meratus menangis
Biarkan darah mengalir
Bertandik di duri rukam
Oi ambilkan sumpit buluh kuning
Di gununggunung batuampar
Ikat talimbaran
Di pancurpancur
Bila pecah bulanai
Jangan dipagat akar kariwaya
Pagari ruh dengan tulangtulang
Pagari ruh dengan darahdarah
Tajaki tunggul puaka di riamriam
Ruh nenek moyang menyumpah
Kalimantanku punah

Banjarbaru,2002


Dundang Seribu Penanjak

Gerimis apa gerimis aku terjebak
Dalam jala angin apa angin rimba
Dari tebing tapi aku tak ingin
Dengar siulan senja tak ingin dengar
Kau sebut atas namaku

Dundang, alahai
Sungai berulak di batubatu
Deras mengalir segala rindu
Kutanjak seribu penanjak
Dalam tangkis jarajak
Lanting menyusur arus
Kemana peluh zikir didundangkan

Kutinggalkan seribu suratan
Seribu daunbambu berdesir
Mengeringkan airmata
Mengeringkan `seribu duka
Anak negri dari lereng gunung
Mengarung sungai rindu

Dundang, alahai
Hanya sungai yang memahami
Kalimantan kehilangan ruhnya
Pepohonan dirampok
Isi bumi dirampas
Bencana anak negri
Berakit membasuh segala luka
Gerimis apa gerimis aku terjebak
Dalam jala angin apa angin rimba
Uap fosilbatubara
Tapi aku tak ingin dengar
Kau sebut atas namaku
Dalam gumpalan hitamarang

Doa seribu penanjak
Di alir kita bernafas
Di batubatu kita menyaru
Di ulak kita menari
Di deras kita bersunyi
Melepas sangkal di hati
Tapi aku tak ingin dengar
Kau sebut atas namaku

Dundang, alahai
Melupa segala kenang
Melupa segala bayang

Teja di atas sungai
Rakit di atas sungai
Seribu penanjak
Harapan di atas ratap
Tenggelam janganlah tenggelam
Di dasar airmata

Maka aku tak ingin dengar
Kau sebut atas namaku
Diayun seribu penanjak
Di sungai tak pernah bimbang bercinta

Melupa segala kenang
Melupa segala bayang
Dundang, alahai


Banjarbaru, 2002
*
Dundang, alahai : lagu, nyanyian (meratap)
jarajak : tunggak yang menancap di sungai
Lanting : rakit dari bambu/kayu
menyaru : memanggil/mengundang


Dosa

Blincong bersumbu Hu Allah
Diayun padam janganlah padam
Merasuk sukma lailahailallah
Kukus dupa harum ma’rifat
Duduk menyampir zikir

Dosa anakadamkah di kelir berjelaga
Dosa yang kehilangan ayatayat firmannya
Yang merincihrincih langit tiada pernah henti
meracikracik bumi hitamdarahhitam
berlumur di unjuran sajadah

Dosakudosa kulikkulik elang rundakrakai
kepak yang kusutmasai di atas angsana Alifmu
Paraukikis airmataku Alif Alif
Kucari kemana jejak menuju ‘asyiq ma’syuq
kemana basirah kemana seru kemana napas
Dosakudosa anakadam tergeletak di muara lawang
lahaula wala quwwata illa billahi al’aliyyil al’aadzim
Radamradam malam tak lagi malam
Mandammandam siang tak lagi siang
Marcapada kehilangan terang
Tunduk tengadah Hu Allah

Kucabut gunung pasak tulangku alam bergoncang
Kucabut gunung talilidahku arasy pun bergoncang
Kutancap mujahadah di gedebok ragabadanku
Kutancap Hu Allah

Buah manggis bauntungai kemana gugurnya
Ngandihiyay ke rumpun banta ngandihiyay
Shiraathal mustaqim tasbih yang bersusun
Ihyhy diri duhai yang meminta ampun

Banjarbaru, 2005
***
blincong : lampu lakon wayang kulit
kelir : layar
basirah : melihat dengan mata hati
‘asyiq asyuq : vertical antara hamba dengan Allah
ngandihiyay : sinden wayang banjar
ihyhy : sinden wayang banjar
mujahadah : menyucikan diri
gedebog : batang/pohon pisang
rundakrakai : panik/berlari ke sana ke mari
bauntungai : pemanis sapaan
Radam : perasaan hati yang bergejolak
mandam : bingung/tatapan yang nanar

Tidak ada komentar: