Senin, 14 April 2008

edisi 21

Nyanyian Ruh

Sesampainya di puncak
Nyanyian yang lampas lamatlamat
membuat aku jadi musafir bersayap
masuk ke dalam kukus kemenyan
Aku kehilangan arah lalu lunglai
ke dalam diriku sendiri dan terjerembab
Mataku tak bisa berbuat apaapa

Kau mengintai di balik bulubulu mataku
sementara kukus kemenyan mengulakulak
nyanyian yang selama ini kau nyanyikan
Aku bernyanyi dalam nyanyimu
bernyanyi dengan napas sunyi

Kayu cendana berembus dari belukar
Tibatiba aku kehilangan liriklirikku
bulubulu sayapku luruh
luruh dalam api pedupaan yang semakin mengangah
semakin juga rambut malam memburai

Aku tak ingin mengenangkan
apa yang terkandung dalam diriku
Jiwa yang berlelehan oleh basahnya tanah
bau adam yang membelahbelah airmata

Aku mengerti kau parau memanggilmanggil namaku
Apa yang mesti kujawab sebab aku pun jauh dari diriku
Tanganku memeluk sunyi
Tapi jika kau mencium kukusku
Itulah baraapi pedupaan ruhku

Aku juga tahu nyanyiku berlepotan kelatikan suara sunyi
Bibirku pun pecah memanggil namaku
manakala pedupaanku kelatikan menghembuskan
kukus napasku
Tapi jika kau menampakkan diri
Ayolah jangan kita bernyanyi di gelapnya malam
di ruh yang sunyi ayolah

Banjarbaru, 2005


Kaukah

Kucari apa yang mesti kucari
berlampar kesunyian malam diamdiam
menghembuskan bisikbisik tingkah angin
Katakan padaku siapa yang mengusik
seiris bulan lagi asyik becermin di tengah kolam
Kaukah
Terasa ada tajam jarum melati menisiknisik risauku
Kusingkap tatapan mataku jadi seribu sayap
menyusur ke mana ombak masuk ke dalam gumam bibirku
Kaukah
Katakan padaku siapa bermaskumambang sayupsayup
di seberang sana
Jahit baju carik sabuncu
Ngangal napas kaki balancat
Sakit badan terasa ngilu
Sangkal di hati tidak badapat
Lalu
Kemana waswas menyimpan riak dalam diriku
Kemana ayun bibir kalau bayang hilang bagasut
Bayang yang hilang bagasut
Disangka punai terbang hinggap
Terbayang diri lama taungut
Marista badan di malam gelap
Kaukah
Mengunci langkahku ketika aku membuka ingatan
semalammalaman menatap mukaku dipermukaan
kolam timbultenggelam
atau katakan padaku
langitkah mengenakan kemban
mengenakan apa yang kau sembunyikan di dasar kolam
Kaukah
Rintihku mengiris tujuh iris tatapan
mengiris tujuh iris bulan se iris
Kolam masih juga menghampar tujuh kesunyian
menghampar kur sumangat
Kaukah

Banjarbaru, 2005


Mendulang Cahaya Bulan

Dosadosa siapa yang menyembul dari tujuh patala bumi
menciarciar di atas kehidupan
Dosadosa siapa yang melaras dari tujuh patala langit
meraung raung di atas semesta
Malam memberi bulan sepenuhnya terang
Ya Rabbi dosadosa penyairkah yang mengotori asmamu
sampai arasymu bergoncang ?
Duhai kami yang tunduk terpejam tafakur
tangantangan gemetar jarijari menisik batubatu tasbih
pecah berdarah
Kami datang ke altarmu Ya Rabbi, menadah
Kami pendulang yang tadzallul sujud di kakimu
datang dari duniawi yang sesungguhnya kau palingkan muka
Malam ini lapangkan napas kami
yang mengalir ke tapaktanganmu mengalir ke Hu Allah
Batubatu tasbih adalah wirid fana kami
Batubatu tasbih adalah zikir rindu kami
Sajadah adalah dulang kami
Malam ini kami mendulang cahaya bulanmu Ya Rabbi
Kami lenggang dengan muraqabah iman kami
Kami basuh batubatu tasbih dengan tobat nasuha
Kami bilas dengan airmata lailahailallah
Dulang kami penuh batubatu tasbih O cahaya bulan
Galuh bulan galuh cahaya bulan galuhmu Hu Allah
Sebiji bulan seribu bulan lailahailallah
Selembar cahaya bulan seribu cahaya bulan lailahailallah
Duhai beri kami barang selembar cahaya
yang dapat menghapus segala dosadosa
Kami dulang cahaya kedamaian
Kami dulang cahaya ketentraman
Malam ini kami dambakan cahaya cintakasih
Karena kaulah yang mampu menyucikan hati kami
yang bergelumang
Karena kaulah yang mampu mencabut tamak kami
Ya Rabbi hidupkan jiwa kami yang tak beruh
Malam ini dulang kami lenggang dalam mardatillah firmanmu


Banjarbaru, 2005

***
Galuh : sebutan lain dari intan. Bagi pendulang
tabu menyebut nama intan.

Tidak ada komentar: